Pertanyaan :
Assalamu’alaykum ustadz
Bagaimana hukum foto yang ada biasa kita lihat di website-website? Karena asalnya dari foto, bukan video.
Jika hal tersebut dibolehkan bagaimana dengan hukum memfoto?
Jawaban :
Assalamu’alaykum ustadz
Bagaimana hukum foto yang ada biasa kita lihat di website-website? Karena asalnya dari foto, bukan video.
Jika hal tersebut dibolehkan bagaimana dengan hukum memfoto?
Jawaban :
Sudah menjadi ketetapan hukum Islam bahwa melukis gambar makhluk
bernyawa baik manusia, hewan ataupun serangga hukumnya haram. Begitu
juga memajangnya dan menyimpannya, karena para malaikat rahmah tidak
akan memasuki rumah yang ada gambar makhluk bernyawa meskipun hanya
tersimpan di album untuk kenang-kenangan dan memori keluarga. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda: “Setiap
pelukis (makhluk bernyawa) di neraka dijadikan untuknya bagi setiap
gambar yang dia lukis jiwa yang tersiksa karenanya di neraka Jahannam”.
(H.R. Muslim)
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam menegaskan: “Manusia yang paling berat siksaannya adalah mereka yang menandingi dalam ciptaan Allah”. (H.R Bukhari dan Muslim).
Sementara gambar yang tidak bernyawa dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bahwa Allah subhanahu wata’ala berfirman
(yang artinya): “Dan Siapakah manusia yang paling dzalim daripada orang
yang berusaha menciptakan suatu ciptaan seperti ciptaan-Ku, hendaklah
menciptakan jagung atau menciptakan biji-bijian atau menciptakan
gandum”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian gambar-gambar yang diharamkan hanyalah lukisan yang
dihasilkan oleh tangan manusia secara langsung. Adapun gambar yang
dihasilkan oleh kamera maka terdapat perbedaan diantara pada ulama,
namun dalam pandangan hukum dan kaidah fikih yang mengharamkan lebih
hati-hati, sementara yang membolehkan hal ini lebih sesuai dengan kaidah
maslahat karena asal segala benda adalah mubah kecuali ada dalil yang
menghalalkan atau mengharamkan. Sedangkan asal ibadah adalah haram
kecuali ada dalil yang menegaskan baik perintah atau larangan. (Lihat
Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin 2/ 264-265).
Akan tetapi gambar-gambar yang sulit dihindari maka Syaikh Ibnu
Utsaimin menegaskan sebagai berikut: “bahwa gambar-gambar yang sekarang
sulit dihindari umat manusia yang terdapat pada benda-benda yang menjadi
kebutuhan mereka secara darurat maka bila memungkinkan untuk
menghindari maka lebih bagus namun bila tidak, karena adanya kesulitan
dan keberatan untuk menghindarinya yaitu gambar-gambar yang ada pada
beberapa majalah dan koran yang banyak mengandung unsur manfaat
bimbingan dan pengarahan, maka saya memandang bila gambar bukan menjadi
tujuan maka tidak mengapa, apalagi gambar-gambar tertutup, tidak nampak
dan tidak terpampang”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 2/ 286).
Adapun gambar yang muncul pada layar televisi, internet, media lain
seperti HP dan yang lainnya asalkan gambar-gambar tersebut tidak
mengandung unsur haram seperti wanita tabarruj atau laki-laki yang pamer
aurat atau memicu kemaksiatan atau pelanggaran agama maka hukumnya
boleh karena gambar-gambar tersebut sama halnya gambar-gambar yang ada
di kaca cermin bila orang yang sedang berada di depannya maka gambar
dirinya nampak dan bila dia pergi meninggalkannya maka gambarnya lenyap.
Demikian juga gambar-gambar yang tampak di televisi, internet dan HP
ketika dibuka maka gambar-gambar nampak dan bila televisi, vedio,
internet dan HP dimatikan maka gambar-gambar yang ada lenyap secara
otomatis.
Wallahu a’lam (Ustadz Zaenal Abidin, Lc)
Artikel senada juga ada dalam website lain :
هذا يسأل عن أنه يختبر بصور فتوغرافية قبل أن يوفقه الله عز وجل فى الهداية التامة فيسأل عن حكمها.
Ada seorang yang bercerita bahwa dia dahulu sebelum mendapatkan
taufik dari Allah dalam hidayah yang sempurna pernah mencucicetakkan
foto. Dia lantas menanyakan hukum dari foto.
صورة
فتوغرافية، هذه المسألة تعرفون أن أهل العلم قد اختلفوا فى حكمها. ولكن
على قول من قال بالجواز فإن الاحتفاظ بها غير مرغوب فيه وينبغي للمسلم الا
يختبر مثل هذه الصور.
Jawaban Syaikh Abdus Salam Barjas, “Gambar foto adalah suatu
permasalahan yang kalian ketahui hukumnya diperselisihkan oleh para
ulama. Akan tetapi menurut pendapat ulama yang membolehkan foto,
menyimpan foto bukanlah perbuatan yang dianjurkan sehingga selayaknya
seorang muslim tidak mencuci cetakkan foto.
نعم،
أنا ممن يجوز هذه الصور سواء لحاجة أو لغير حاجة. وذلك لأنه لا يشملها
الأدلة في تحريم التصوير. وإنما الأدلة في تحريم التصوير إنما تشمل
التماثيل وما عمل باليد فهذا هو محل الإجماع بين العلماء رحمهم الله تعالى.
Memang aku adalah diantara yang membolehkan gambar foto baik karena
ada kebutuhan atau pun tanpa ada kebutuhan karena gambar foto itu tidak
tercakup dalam dalil-dalil yang melarang membuat gambar. Dalil-dalil
yang melarang membuat gambar hanyalah mencakup patung dan lukisan dengan
tangan. Terlarangnya membuat patung dan melukis dengan tangan adalah
perkara yang disepakati oleh para ulama.
وأما
هذه الصورفإنها ليست تضاهي خلق الله وإنما هي نفس الخلق الذي خلقه الله عز
وجل ولكن حبس ظله. والنبي- عليه الصلاة والسلام- عرف المصورين أنهم الذين
يضاهئون خلق الله. فمضاهاة بخلق الله بمعنى أنهم يقلدون صفة خلق الإنسان
كما خلقه الله سبحانه وتعالى إما عن طريق النحت والمجسمة وإما عن طريق
اليد.
Sedangkan gambar foto itu tidak menyaingi ciptaan Allah karena yang
ada di foto itu adalah ciptaan Allah itu sendiri cuman bayang-bayangan
ciptaan Allah itu ditahan di lembaran kertas foto. Makna dari ‘menyaingi
ciptaan Allah’ adalah meniru bentuk dari rupa makhluk hidup sebagaimana
yang Allah ciptakan boleh jadi dengan cara memahat, membuat patung atau
pun dengan ketrampilan tangan.
وهذا غير متحقق في مثل هذه الصور. ولكن مع ذلك فإن تركها والابتعاد عنها وعدم اتخاذها مما يرغب فيه ولا أجيبه
Persyaratan ini tidak terpenuhi pada gambar foto. Meski demikian,
meninggalkan, menjauhi perbuatan mengambil gambar foto atau pun
menyimpan foto adalah sesuatu yang dianjurkan akan tetapi menurutku
tidak sampai derajat wajib”
[Fatwa Syaikh Abdus Salam Barjas pada tanggal 17 Juli 2003 di
Provinsi Syariqoh Uni Emirat Arab dalam acara Liqa al Maftuh daurah
beliau. Transkip fatwa beliau di atas bisa disimak pada menit
15:55-17:49 dalam rekaman video beliau di atas].
Catatan:
Di atas, Syaikh Abdus Salam menukil adanya ijma atau kesepakatan
ulama mengenai haramnya tashwir atau membuat gambar baik dua dimensi
atau pun yang tiga dimensi. Perlu kajian lebih lanjut terkait penjelasan
beliau ingat. Namun jelas, ada dua hal yang harus dibedakan, membuat
gambar dengan memanfaatkan barang yang sudah terlanjur bergambar.
Nukilan ijma beliau sampaikan terkait dengan membuat gambar, bukan
memanfaatkan barang yang sudah terlanjur bergambar.
Kesimpulan tentang masalah memfoto, hukumnya itu sangat tergantung
objek benda yang difoto dan atau maksud tujuan dari memfoto. Jika
objeknya adalah wanita apalagi wanita yang tidak menutup aurat dengan
sempurna, tidaklah diragukan keharamannya. Demikian pula jika tujuan
dari memfoto adalah tujuan yang tercela maka memfoto hukumnya menjadi
tercela. (Ustadz Aris Munandar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar